Text
Sepatu Dahlan
Sepatu Dahlan ini menceritakan tentang masa kecil Dahlan Iskan sebagai salah satu tokoh besar di Indonesia. Dahlan kecil hidup seperti anak-anak lainnya, tetapi dalam kondisi yang serba kekurangan materi. Namun tentu saja hal tersebut tidak membuatnya putus asa untuk meraih cita-cita. Pada novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama. Alur yang digunakan maju mundur yang menceritakan tokoh Dahlan dari masa kecil hingga dewasa.
Hari itu, Dahlan yang memiliki nama lain Pak Yu Shi Gan menjalani operasi liver di rumah sakit. Dia menerima donor liver dari seorang pemuda yang katanya berusia 25 tahun.
Dia teringat kembali oleh keluarganya yang meninggal karena mengalami sakit yang sama, dan terlambat berobat karena kemiskinan.
Di ruang operasi, dia memanggil ibunya sangat kencang. Lalu pada bab selanjutnya mulai menceritakan masa kecilnya Dahlan di sebuah kampung cukup terpencil bernama Kebon Dalem, Magetan.
Di sana, keluarga Dahlan merupakan warga asli yang miskin. Sementara tanah berhektar-hektar tersebut milik warga pendatang, salah satunya bernama Mandor Komar.
Tahun 1962 usia Dahlan sudah remaja dan mulai bersekolah. Di kampungnya, anak-anak remaja meskipun miskin tentu wajib sekolah. Mereka akhirnya menerima ijazah sekolah.
Bagi Dahlan yang mendapatkan nilai rapor merah sangat sedih, karena merasa sudah mengecewakan orang tuanya.
Dahlan kecil tidak pernah ada waktu buat belajar. Setiap harinya setelah bangun, ia menunaikan shalat Subuh lalu bersiap berangkat ke sekolah. Sepulangnya dari sekolah, Dahlan kecil bermain, mencabut rumput serta angon domba.
Dahlan tidak mungkin belajar dalam kondisi gelap. Saat itu Dahlan ingin sekali melanjutkan sekolah ke SMP Magetan, karena teman-temannya mendaftar ke sana.
Namun, sang bapak tidak setuju dengan idenya. Malah bapak menginginkan Dahlan melanjutkan ke Tsanawiyah atau Pesantren Takeran, karena biayanya murah.
Akhirnya Dahlan mengalah menuruti harapan bapaknya untuk belajar di Pesantren Takeran. Lebih mengejutkan lagi, ternyata keluarga besar ibunya Dahlan berasal dari pesantren tersebut.
Kedua kakak perempuannya juga menamatkan sekolah di sana. Sementara bapaknya yang berasal dari Ponorogo, malah diasuh dan dibesarkan di pesantren tersebut.
Dahlan masih mengharapkan dibelikan sepatu yang bagus oleh orang tuanya. Kemudian dia menyadari kembali bahwa kemiskinan mengajari banyak hal. Zaman dulu, harga sepatu yang bagus memang masih sangat mahal. Jadi para murid atau santri yang belajar pasti nyeker.
Sejak berada di pesantren, kehidupan Dahlan mulai berubah menjadi lebih penyabar, pantang menyerah, dan serius untuk belajar. Di sana, Dahlan juga memiliki sahabat bernama Arif, Imran, Kadir, Komariyah, dan Fadli.
Mereka mengukir prestasi dalam setiap mata pelajaran. Dahlan yang menyukai bola volley, bergabung dengan tim volley. Akhirnya, dia berhasil membuktikan kepada kedua orang tuanya bisa menjadi juara.
Tidak tersedia versi lain