Text
Kafilah Ababil : The Power Of Children
Novel ini mengisahkan kekuatan enam anak dalam mengarungi masanya. Enam anak itu membuat nama grup sendiri sebagai KAFILAH ABABIL setelah Pak Kiai mengutus mereka menjadi peserta lomba MTQ. ABABIL sendiri kepanjangan dari nama-nama mereka, yaitu Asep, Badru, Abdur, Basit, Ilham, dan Lukman yang secara spontan dibuat. Tak ada pilihan ketika itu memilih mereka menjadi peserta MTQ tingkat kecamatan setelah Pak Kuwu (Kepala Desa) mendesak Pak Kiai mengirimkan kafilahnya dalam waktu satu hari saja. Berkat ketekunannya, Kafilah Ababil mampu memberikan kemenangan meski bukan sebagai juara umum.
Kafilah Ababil adalah potret kehidupan anak-anak dalam membangun kebersamaan, komitmen, suka duka, dan konsisten dalam keseharian mereka. Rumah kedua mereka adalah Musholla Darussalam, setiap malam tidur dan belajar di Rumah Allah itu. Mereka bukan santri murni seperti pondok pesantren dengan segala peraturannya. Mereka juga bukan santri kalong karena mereka setiap malam merangkai mimpi di Musholla Darussalam. Tapi mereka penuh komitmen untuk meraih masa depan mereka.
Di bagian pertama novel ini kami sebut dengan edisi taat atau the power of childern. Ya, mereka adalah masa anak-anak karena yang mereka bangun adalah kepatuhan kepada sekelilingnya; orangtua, guru, teman, dan semuanya. Ketika Pak Kiai mengeluarkan aturan tidak boleh nonton layar tancap, Kafilah Ababil dengan sekuat tenaga menahannya. Namun saat Kafilah Ababil memaksa ingkar aturan dan nonton layar tancap, Pak Kiai tak segan-segan menghukumnya. Begitu juga ketika belajar membaca Al-Qur’an, bagi yang masih belepotan tajwidnya, Pak Kiai tak ragu menghukumnya dengan memukulkan sorban ke badan mereka. Kafilah Ababil menuruti semua pesan itu dan begitu pun orang tua mereka sangat yakin dengan didikan Kiai.
Masa anak-anak Kafilah Ababil penuh dengan adegan seru, haru, dan lucu. Sepanjang tulisan ini memang dibuat jenaka menyesuaikan kepolosan anak ketika itu. Suatu hari Lukman, salah satu Kafilah Ababil difitnah mencuri kotak amal Musholla Darussalam. Pak Kiai hampir saja menghukum Lukman dengan api yang sudah disiapkan. Tapi Kafilah Ababil berjanji akan menemukan pelaku sebenarnya. Akhirnya dengan segala caranya mereka bisa menemukan pelaku itu. Ketapel, air bawang, dan tali tambang merupakan senjata apa adanya untuk mengalahkan mereka. Mereka pun terbebas dari hukuman Kiai.
Komitmen Kafilah Ababil adalah ketika dua anggotanya hendak keluar karena merasa minder dengan kobodohannya. Abdur dan Basit memaksa ingin keluar dari kelompok Kafilah Ababil karena merasa tak pantas bergabung dengan anak-anak pinter. Kafilah Ababil akhirnya berkomitmen untuk sama-sama keluar dari masalah itu, yaitu Abdur dan Basit harus menjadi orang pinter juga. Mereka membantu dua sobatnya itu belajar bersama siang dan malam. Hasilnya keduanya mendapatkan nilai lebih baik dari sebelumnya. Bahkan Abdur yang sudah diultimatum orangtuanya harus pindah sekolah jika masih memiliki nilai jelek, akhirnya masih bertahan bersekolah bersama Kafilah Ababil.
Di akhir masa pendidikan SD, Kafilah Ababil ingin memberikan kenangan abadi untuk Musholla Darussalam sebagai rumah kedua penuh inspirasi dan orang-orang yang sudah berperan mendidiknya. Mereka sepakat membuat Prasasti Ababil yang dibangun di depan musholla. Prasasti itu dibuat dari batu spesial dari Kali Cadas (tempat favorit mereka bermain di kampung itu) untuk kemudian diukir nama-nama Kafilah Ababil. Semua hadir pada peresmian Prasasti Ababil seperti Pak Kiai, Pak Kuwu, seluruh orangtua, jamaah, serta warga sekitar. Ada tangis, tawa, dan canda pada akhir masa itu. Sebentar lagi Kafilah Ababil akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya sambil mesantren
Tidak tersedia versi lain